3.4 Janji Kepada Abraham
Injil yang diajarkan oleh Yesus dan murid-muridnya tidak berbeda dengan Injil yang diterima oleh Abraham. Allah, melalui tulisan kudus, “memberitakan Injil kepada Abraham” (Gal. 3:8). Begitu pentingnya janji-janji ini sehingga Petrus memulai dan mengakhiri pernyataannya di hadapan umum dengan menggunakan ayat-ayat tersebut sebagai referensi (Kis. 3:13,25). Jika kita dapat memahami apa yang diajarkan kepada Abraham, maka kita akan memiliki gambaran yang sangat mendasar dari Injil Kristus. Ada juga petunjuk lain yang menjelaskan bahwa Injil bukanlah sesuatu yang baru diberitakan pada jaman Yesus;
- “Dan kami sekarang memberitakan Kabar kesukaan (Injil) kepada kamu, yaitu bahwa janji yang diberikan kepada nenek moyang kita, telah digenapi Allah kepada kita” (Kis. 13:32,33)
- “Injil Allah. Injil itu telah dijanjikan Nya sebelumnya dengan perantaraan (misalnya Abraham-Kej.20:7) dalam kitab-kitab suci “(Rm. 1:1,2)
- “Itulah sebabnya maka Injil telah diberitakan juga kepada orang-orang mati” (I Ptr. 4:6), yaitu kepada orang-orang percaya yang hidup, dan telah mati sebelum abad pertama.
- “Karena kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada mereka” (Ibr. 4:2), yaitu kepada bangsa Israel sewaktu mereka berada di padang gurun.
Janji-janji kepada Abraham memiliki dua tema dasar;
Hal-hal mengenai keturunan Abraham (keturunan yang istimewa), dan
Hal-hal mengenai tanah yang dijanjikan kepada Abraham
Janji-janji ini telah dikomentari dalam Perjanjian Baru, dan dengan kebijaksanaan yang kita miliki, marilah kita perhatikan bagaimana Alkitab menjelaskan hal tersebut. Kita akan menggabungkan pengajaran dari Perjanjian Lama dan Baru untuk mendapatkan gambaran yang lengkap mengenai perjanjian yang dibuat kepada Abraham.
Abraham berasal dari Ur, suatu kota yang makmur, yang sekarang ini adalah Irak. Ilmu purbakala modern menunjukkan bahwa tingkat peradaban yang tinggi telah dicapai pada jaman Abraham. Ada sistem perbankan, fasilitas umum dan prasarananya. Abraham tinggal di kota ini, dialah yang akan kita ketahui selanjutnya, disebut sebagai Bapa segala bangsa. Kemudian suatu panggilan yang luar biasa datang dari Allah kepadanya untuk meninggalkan kehidupan duniawi tersebut, dan memulai perjalanan menuju tanah perjanjian. Lokasinya sama sekali tidak dijelaskan. Banyak orang mengetahui bahwa perjalanan itu menempuh jarak 1.500 mil. Tanah itu adalah Kanaan, Israel modern.
Adakalanya Allah menampakkan diri kepada Abraham, dan mengulangi janjiNya dengan lebih terperinci. Janji-janji tersebut adalah dasar dari Injil Kristus. Karenanya, sebagaimana Abraham mendapat panggilan dari Allah, begitu juga yang dialami oleh orang-orang Kristen yang benar pada saat ini. Yaitu untuk meninggalkan hal-hal yang bersifat sementara dalam hidup ini, dan hidup dalam iman, sehubungan dengan janji-janji Allah, hidup dalam firmanNya. Kita dapat membayangkan bagaimana Abraham mempertimbangkan janji-janji tersebut selama perjalanannya. “Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat (dari Ur) ke negeri (Kanaan) yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui” (Ibr. 11:8). Sebagaimana Janji-janji Allah diberikan pada waktu pertama kali diberikan, demikian juga yang kita alami. Walaupun kita tidak tahu dengan pasti, seperti apakah Kerajaan Allah itu, tapi dengan iman kepada firman Allah, akan membuat kita berhasrat untuk mematuhinya.
Abraham bukanlah seorang pengembara yang berkeliling-keliling karena tidak ada hal yang lebih baik untuk dikerjakan, lalu memilih untuk menerima penggenapan janji-janji ini. Secara umu, latar belakangnya tidak berbeda jauh dengan kita. Hal yang rumit ialah, keputusan-keputusan yang menyebabkan hal-hal yang menyedihkan yang harus ia hadapi, serupa dengan yang mungkin harus kita hadapi pada saat ini sebagai konsekuensi dari menerima dan melaksanakan apapun sehubungan dengan janji-janji Allah; dicemooh oleh rekan bisnis, diejek oleh orang-orang di sekitar kita, dll. Hal-hal seperti ini mungkin dialami oleh Abraham. Hal yang memotivasinya dalam menghadapi semua ini pasti sangat luar biasa. Dan satu-satunya hal yang tersedia sebagai motivasi dalam menempuh perjalanannya yang panjang dan memakan waktu bertahun-tahun adalah, hanya sekedar kata-kata dari janji tersebut. Dia harus mengingat dan merenungkannya setiap hari untuk mengetahui maksud yang sebenarnya dari janji yang telah diberikan kepadanya.
Dengan memperlihatkan iman yang sama, dan melakukannya. Kita akan mendapat kehormatan seperti yang diterima Abraham; disebut sebagai yang dikasihi Allah (Yes. 41:8), memperoleh pengetahuan dari Allah (Kej. 18:17), dan pasti akan mendapatkan kehidupan abadi dalam Kerajaan Allah. Sekali lagi kami menegaskan bahwa Injil Kristus didasari oleh janji-janji kepada Abraham. Supaya kita dapat percaya dengan sungguh-sungguh pada ajaran Kristen, kita harus mengetahui dengan pasti tentang janji-janji kepada Abraham. Tanpa melaklukan hal demikian, maka iman yang kita miliki bukanlah iman. Karena itu, kita harus membaca berulang kali dialog antara Allah dan Abraham dengan cermat.
Tanah
“Pergilah dari negerimu...ke negeri yang akan kutunjukkan kepada mu” (Kej. 12:1)
Abraham “berjalan dari tempat persinggahan ke tempat persinggahan, dari tanah Negeb sampai dekat Betel (Israel bagian tengah) dan berfirmanlah Allah kepada Abraham: ”Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang kau lihat itu akan kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya...jalanilah negeri itu...sebab kepadamulah akan kuberikan negeri itu” (Kej. 13:3,14-17).
“Tuhan mengadakan perjanjian dengan Abraham serta berfirman; “Kepada keturunanmulah kuberikan negeri ini, mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat” (Kej. 15:18)
“Kepadamu dan kepada keturunanmu akan kuberikan negeri ini yang kau diami sebagai orang asing, yakni seluruh tanah Kanaan akan kuberikan menjadi milikmu untuk selama-lamanya” (Kej. 17:8)
“Janji kepada Abraham dan keturunannya, bahwa ia akan memiliki dunia” (Rm. 4:13)
Perhatikan bagaimana wahyu kepada Abraham diberikan secara bertahap;
“Aku ingin kamu pergi ke suatu negeri”
“Kamu telah tiba di negeri tersebut. Kamu dan anak-anakmu akan hidup selamanya.” Perhatikan bagaimana janji tentang kehidupan abadi dicatat tanpa ada penegasan, sang penulis menulisnya tanpa keragu-raguan.
Lokasi dari negeri itu dijelaskan lebih spesifik lagi
Abraham tidak berharap untuk menerima penggenapan janji tersebut selagi ia hidup. Walaupun dia hidup disana sampai mati, tapi dia menjadi orang asing di negeri itu. Pengertian dari hal ini adalah bahwa dia akan mati dan kemudian dibangkitkan untuk menerima penggenapan dari janji tersebut.
Paulus, dibawah ilham, dengan jelas melihat bahwa janji-janji kepada Abraham adalah warisannya kepada seluruh bumi.
Tulisan kudus menjelaskan hal itu untuk mengingatkan kita bahwa Abraham tidak menerima penggenapan dari janji-janji tersebut selama hidupnya.
”Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing, dan disitu ia tinggal di kemah” (Ibr. 11:9)
Dia hidup sebagai orang asing di tanah itu, mungkin dengan sembunyi-sembunyi karena situasi yang tidak aman dan tidak memungkinkan untuk hidup sebagai pendatang di negeri itu. Hampir saja ia tidak dapat tinggal bersama dengan keturunannya di tanahnya sendiri. Bersama dengan keturunannya, Ishak dan Yakub (kepada mereka janji itu juga diberikan), ia mati dalam iman ”sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini” (Ibr. 11:13). Catat empat tahap berikut ini;
- Mengetahui janji-janji itu – seperti yang kita lakukan melalui pelajaran ini.
- Percaya kepada janji-janji itu – jika Abraham meyakini janji itu dengan melalui sebuah proses, bagaimana dengan kita?
- Menerima janji-janji itu – melalui pembaptisan di dalam Kristus (Gal. 3:27-29).
- Melalui jalan hidup kita, menyatakan pada dunia bahwa dunia ini bukanlah rumah kita yang sesungguhnya, dan kita berharap agar jaman yang akan datang segera tiba.
Abraham menjadi pahlawan besar dan teladan bagi kita, jika kita menghargai hal-hal ini. Sebagai penegasan yang terakhir dari penggenapan janji-janji tersebut, yang akan terjadi pada masa yang akan datang bagi orang tua yang letih itu ketika istrinya meninggal; dia diharuskan membeli sebagian dari tanah perjanjian untuk menguburnya (Kis. 7:16), Allah ”tidak memberikan milik pusaka kepadanya, bahkan setapak tanahpun tidak, tetapi Ia berjanji akan memberikan tanah itu kepadanya menjadi kepunyaannya dan kepunyaan keturunannya, walaupun pada waktu itu ia tidak mempunyai anak” (Kis. 7:5). Keturunan Abraham pada saat ini merasakan hal yang sama, tidak sepantasnya mereka membeli atau menyewa tanah yang merupakan hak milik mereka, yaitu bumi ini. Yang telah dijanjikan kepada mereka, demi kepentingan mereka. Warisan abadi!
Walaupun begitu, Allah tetap akan menepati janjiNya. Akan datang suatu hari dimana Abraham dan mereka yang telah dijanjikan akan perjanjian itu, menerima upahnya. Ibrani 11:13,39,40 menjelaskan tentang hal ini;
”Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita; tanpa kita mereka tidak dapat sampai kepada kesempurnaan.”
Oleh karena itu, orang-orang yang percaya akan diberikan upah pada waktu yang sama, yaitu pada waktu penghakiman di hari terakhir (II Tim. 4:1,8; Mat. 25:31-34; I Ptr. 5:4). Abraham dan orang-orang lain yang menerima janji-janji tersebut, harus dibangkitkan sebelum penghakiman, karena mereka harus hidup dengan tujuan untuk dihakimi. Jika pada saat mereka hidup, mereka tidak menerima janji-janji tersebut maka mereka pasti akan menerimanya setelah kebangkitan mereka, pada penghakiman sewaktu Kristus kembali ke bumi. Tidak ada pilihan lain selain menerima alasan bahwa mereka, yang mengalami hal yang sama dengan Abraham, yang sekarang ini berada di dalam kubur, sedang menunggu kedatangan Kristus. Bukan seperti mosaik pada jendela kaca berwarna yang terdapat di Gereja-gereja Eropa, yang melukiskan Abraham sedang berada di surga pada saat ini, sebagai upahnya karena hidup dalam iman. Beribu-ribu orang selama ratusan tahun melihat lukisan itu, dan dengan yakin sekali menerima gagasan tersebut. Apakah anda memiliki keberanian berdasarkan Alkitab untuk melangkah lebih jauh?
Keturunan
Seperti yang telah dijelaskan di pelajaran 3.2. Penggenapan janji tentang keturunan tersebut sangat tepat ditujukan kepada Yesus, dan yang kedua kepada mereka yang berada ”di dalam Kristus”, yang juga diperhitungkan sebagai keturunan Abraham;
”Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau...dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat” (Kej. 12:2,3)
”Sebab seluruh negeri yang kau lihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya, sehingga jika seandainya ada yang dapat menghitung debu tanah, keturunanmupun akan dapat dihitung juga” (Kej. 13:15,16)
”Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya...Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu...Kepada keturunanmulah Kuberikan negeri ini” (Kej. 15:5,18)
”Kepadamu dan kepada keturunanmu akan Kuberikan negeri ini yang kau diami sebagai orang asing, yakni seluruh tanah Kanaan akan Kuberikan menjadi milikmu untuk selama-lamanya, dan Aku akan menjadi Allah mereka” (Kej. 17:8)
”Maka Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu sangat banyak seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, dan keturunanmu itu akan menduduki kota-kota musuhnya. Oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firmanKu” (Kej. 22:17,18)
Pemahaman Abraham mengenai ”keturunan” semakin diperjelas;
Pertama dia hanya diberitahu bahwa suatu waktu ia akan memiliki keturunan dalam jumlah yang luar biasa, dan melalui ”keturunannya” seluruh bumi akan diberkati.
Kemudian dia diberitahu bahwa dia akan memiliki keturunan yang akan mengikutsertakan banyak orang. Orang-orang inilah yang akan menghabiskan kehidupan abadi mereka bersama dia di tanah yang telah dia tempati, yaitu Kanaan.
Dia diberitahu bahwa keturunannya akan menjadi banyak seperti bintang-bintang di langit. Mungkin hal ini diartikan oleh Abraham sebagai kerturunan dalam arti rohani, (bintang-bintang di langit) dan sebanyak (debu tanah di bumi)
Janji-janji tersebut harus digarisbawahi dan ditambahkan sebagai jaminan bahwa orang-orang yang akan menjadi bagian dari keturunan itu dapat memilki hubungan pribadi dengan Allah, seperti Abraham.
Keturunan itu akan menang melawan musuh-musuhnya.
Catat, keturunan itu akan membawa ”berkat” bagi banyak orang di bumi. Di dalam Alkitab, pemberkatan seringkali dihubungkan dengan pengampunan dosa. Dari segala berkat, inilah berkat yang terbesar dari Allah yang maha pengasih, yang paling didambakan. Karena inilah maka tetulis hal-hal seperti berikut ini, ”Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya” (Mzm. 32:1); ”cawan pengucapan syukur” (I Kor. 10:16), yang mengartikan darah Kristus, yang melaluinya pengampunan diberikan. Satu-satunya keturunan Abraham yang membawa pengampunan bagi dosa-dosa dunia adalah Yesus. Perjanjian Baru, sewaktu mengomentari tentang janji-janji kepada Abraham, mendukung hal ini;
”Tidak dikatakan ”kepada keturunan-keturunannya” (dalam bentuk jamak) seolah-olah dimaksud banyak orang, tetapi hanya satu orang: ”dan kepada keturunanmu” (dalam bentuk tunggal), yaitu Yesus Kristus” (Gal. 3:16)
”...perjanjian yang telah diadakan Allah dengan nenek moyang kita, ketika Ia berfirman kepada Abraham:”Oleh keturunanmu semua bangsa di muka bumi akan diberkati. Dan bagi kamulah pertama-tama Allah membangkitkan hambanya (keturunan perempuan itu) dan mengutusnya kepada kamu, supaya ia memberkati kamu dengan memimpin kamu masing-masing kembali dari segala kejahatanmu” (Kis. 3:25,26)
Catat bagaimana cara Petrus mengutip dan menafsirkan Kejadian 22:18
Keturunan = Yesus
Berkat = Pengampunan dosa
Janji bahwa Yesus, keturunan itu, akan mengalahkan musuh-musuhnya, semakin jelas dipahami jika hal ini direferensikan dengan kemenangannya atas dosa, musuh terbesar dari umat Allah dan juga Yesus.
Bergabung dengan keturunan itu
Sekarang jelaslah sudah, bahwa elemen-elemen dasar dari Injil Kristen telah dipahami oleh Abraham. Tapi, janji-janji yang penting ini hanyalah diberikan kepada Abraham dan keturunannya, Yesus. Bagaimana dengan yang lain? Bahkan orang-orang yang berasal dari garis keturunan Abraham tidak otomatis menjadi bagian dari keturunannya (Yoh. 8:39; Rm. 9:7). Bagaimanapun juga, kita harus menjalin hubungan yang akrab dengan Yesus, sehingga janji-janji kepada keturunan tersebut juga dibagi bersama kita, yaitu dengan cara dibaptis di dalam nama Yesus (Rm. 6:3-5). Kita sering membaca tentang pembaptisan di dalam namanya (Kis. 2:38; 8:16; 10:48; 19:5). Galatia 3:27-29 menjelaskan tentang hal ini;
”Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus telah mengenakan Kristus. Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani (bangsa lain), tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus (melalui pembaptisan). Dan jika kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah”
Janji untuk hidup abadi di bumi dengan menerima ”berkat” pengampunan melalui Yesus. Dengan dibaptis di dalam Kristus, keturunan itu, maka kita dapat berbagi janji-janji yang dibuat untuknya. Karena itu Roma 8:17 menyebut kita ”ahli waris bersama Kristus.”
Ingat, berkat tersebut diberikan kepada orang-orang disegala penjuru bumi, melalui keturunan itu. Dan kleturunan itu akan menjadi suatu kelompok yang terdiri dari orang-orang yang berasal dari segala penjuru bumi, seperti pasir di tepi laut dan seperti bintang-bintang di langit. Selanjutnya mereka berhak untuk menerima berkat yang pertama sehingga mereka dapat menjadi bagian dari keturunan tersebut. Dan keturunan (dalam bentuk tunggal) itu, ”kepadanya akan sujud menyembah semua orang” (banyak orang Mzm. 22:30)
Kita dapat meringkaskan dua bagian dari janji-janji yang diberikan kepada Abraham;
-
Tanah
Abraham dan keturunannya, Yesus, dan mereka yang berada di dalamnya, akan menerima warisan Tanah Kanaan, yang kemudian akan diperluas ke segala penjuru bumi. Dan mereka akan tinggal disana selamanya. Pada saat ini mereka belum menerima janji itu, tetapi mereka pasti akan menerimanya pada saat terakhir ketika Yesus datang kembali.
-
Keturunan
Hal ini terutama menunjuk kepada Yesus. Melalui dia, dosa-dosa (musuh) dari umat manusia akan dikalahkan, sehingga berkat pengampunan akan tersedia bagi semua orang.
Dengan dibaptis di dalam nama Yesus, kita akan menjadi bagian dari keturunan Abraham.
Kedua hal yang berurutan ini terdapat pada ajaran Perjanjian Baru, dan, tidak mengejutkan, jika seringkali dicatat bahwa orang-orang yang telah mendengarkan ajaran tersebut, lalu dibaptis. Ini adalah satu-satunya jalan agar kita dapat menerima janji-janji tersebut. Sekarang kita dapat mengerti, mengapa sebagai manusia lama yang dihadapkan pada kematian, Paulus dapat menjelaskan bahwa harapannya adalah ”Pengharapan Israel” (Kis. 28:20). Harapan orang Kristen sejati adalah harapan orang-orang Yahudi yang mula-mula. Kristus mengomentari hal ini dengan berkata, ”keselamatan datang dari bangsa Yahudi” (Yoh. 4:22), dan hal ini juga menegaskan betapa pentingnya untuk menjadi orang Yahudi secara rohani, sehingga kita, melalui Kristus, dapat menerima janji-janji keselamatan yang diberikan kepada nenek moyang bangsa Yahudi.
Seperti yang kita ketahui, bahwa orang kristen yang mula-mula diajarkan:
-
”Hal-hal yang menyangkut tentang Kerajaan Allah, dan
-
Nama Yesus Kristus” (Kis. 8:12)
Kedua hal ini dijelaskan kepada Abraham dengan tema yang agak sedikit berbeda;
-
Janji tentang Tanah Perjanjian, dan
-
Janji tentang Keturunannya
Catat, ”hal-hal tersebut” (dalam bentuk jamak) tentang Kerajaan dan Yesus, diringkaskan di dalam ”pemberitaan tentang Kristus” (Kis. 8:5 bandingkan ayat 12). Banyak orang sering mengartikan hal ini dengan; ”Yesus mengasihi engkau! Hanya dengan mengakui bahwa Dia mati untuk engkau, maka engkau akan diselamatkan!” Padahal, kata ”Kristus” dengan jelas sekali mengartikan ringkasan dari sejumlah pengajaran tentang hal-hal yang berkenaan dengan Dia dan Kerajaan yang akan datang. Kabar baik tentang Kerajaan yang diberitakan kepada Abraham mempunyai peran penting dalam Pemberitaan Injil yang mula-mula.
Sewaktu berada di Korintus, Paulus selama tiga bulan menerangkan dan meyakinkan hal-hal yang berkenaan dengan Kerajaan Allah (Kis. 19:8); kemudian di Efesus dia berkeliling ”memberitakan Kerajaan Allah” (Kis. 20:5), begitu juga dalam pernyataan terakhirnya di Roma, ”Ia menerangkan dan memberi kesaksian kepada mereka tentang Kerajaan Allah; dan berdasarkan Hukum Musa dan Kitab para Nabi Ia berusaha meyakinkan mereka tentang Yesus” (Kis. 28:23,31). Ada banyak sekali yang harus dijelaskan untuk menunjukkan dasar dari Injil tentang Kerajaan dan Yesus, daripada hanya sekedar mengatakan ”Percaya kepada Yesus.” Bahkan wahyu Allah kepada Abraham tidak sesingkat itu, tetapi dijelaskan dengan terperinci. Dan hal-hal yang dijanjikan kepadanya adalah dasar dari Injil Kristen yang benar.
Kami telah menjelaskan bahwa pembaptisan di dalam Yesus akan membuat kita menjadi bagian dari keturunan tersebut, dan juga memungkinkan kita untuk mewarisi janji-janji tersebut. (Gal. 3:27-29), tapi, hanya dengan pembaptisan belumlah cukup agar kita memperoleh janji-janji keselamatan itu. Kita harus tetap berada di dalam keturunan itu, yaitu Yesus, jika kita ingin menerima janji-janji yang diberikan kepada keturunan itu. Oleh karena itu pembaptisan hanyalah permulaan seperti start awal dalam lomba lari. Jangan lupa, dengan menjadi keturunan Abraham, tidak mengartikan otomatis kita diterima Allah. Seperti halnya bangsa Israel yang berasal dari garis keturunan Abraham, walaupun begitu, tidak mengartikan bahwa mereka dapat diselamatkan tanpa melalui pembaptisan dan hidup di dalam Kristus, dan mengikuti teladan Abraham (Rm. 9:7,8; 4:13,14). Yesus berkata kepada orang-orang Yahudi, ”Aku tahu bahwa kamu adalah keturunan Abraham, tetapi kamu berusaha untuk membunuh Aku...Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentunya kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham” (Yoh. 8:37,39), yaitu hidup dengan iman kepada Allah dan Kristus, keturunan yang dijanjikan (Yoh. 6:29).
Keturunan itu harus mempunyai karakteristik seperti leluhurnya. Karena itu jika kita ingin menjadi keturunan Abraham, maka kita tidak hanya memberi diri untuk dibaptis, tapi juga memiliki iman yang teguh akan janji-janji Allah seperti Abraham, oleh karena itu dia disebut ”Bapa semua orang yang percaya...juga mengikuti jejak iman Abraham, Bapa leluhur kita (Rm. 4:11,12). ”Jadi kamu lihat, bahwa mereka yang hidup dari iman, mereka itulah anak-anak Abraham” (Gal. 3:7).
Iman harus ditunjukkan melalui perbuatan, jika tidak, maka dalam pandangan Allah hal tersebut bukanlah iman (Yak. 2:17). Seperti yang telah kita pelajari, maka kita harus menunjukkan iman kita akan janji-janji ini, pertama dengan dibaptis, sehingga kita dapat menerapkannya (Gal. 3:27-29). Jadi, apakah anda benar-benar percaya pada janji-janji Allah? Pertanyaan ini harus terus kita tanyakan kepada diri kita sendiri selama kita hidup.
Perjanjian Lama dan Baru
Sekarang telah kami tunjukkan bahwa janji-janji kepada Abraham diringkaskan dalam Injil Kristus. Hal-hal penting lainnya dijanjikan Allah kepada orang Yahudi di dalam konteks hukum Musa. Jika orang-orang Yahudi taat kepada hukum tersebut, maka secra fisik mereka akan diberkati (Ul. 28). Tidak ada hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan abadi dalam janji-janji, atau ”perjanjian”ini. Jadi, kita telah melihat bahwa ada dua perjanjian yang telah dibuat;
-
Kepada Abraham dan keturunannya, menjanjikan pengampunan dan kehidupan abadi dalam Kerajaan Allah pada saat Kristus datang kembali. Janji ini juga diberikan di Taman Eden dan kepada Daud.
-
Kepada orang-orang Yahudi pada jaman Musa, menjanjikan kedamaian dan kebahagiaan dalam hidup, jika mereka patuh kepada hukum yang Allah berikan melalui Musa.
Allah menjanjikan pengampunan dan kehidupan abadoi di kerajaan, kepada Abraham. Tapi hal ini hanya dapat terwujud melalui pengorbanan Yesus. Karena inilah maka kematian Kristus di kayu salib disebut sebagai penegasan atas janji-janji yang diberikan kepada Abraham (Gal. 3:17; Rm. 15:18; Dan. 9:27; II Kor. 1:20), dan darahnya disebut sebagai ”darah perjanjian baru” (Mat. 26:28). Untuk mengingat akan hal ini, Yesus memerintahkan kepada kita agar tetap ”mengambil cawan yang berisi anggur, yang merupakan simbolis dari darahnya, untuk mengingatkan kita akan hal-hal ini” (lihat I Kor. 11:25); ”Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darahku” (Luk. 22:20). Tidak ada gunanya ”memecah-mecahkan roti” untuk mengingat Yesus dan pekerjaannya, jika tidak memiliki pemahaman tentang hal ini.
Pengorbanan Yesus membuat janji akan pengampunan dan kehidupan abadi di dalam Kerajaan Allah dapat terwujud. Dengan demikian Ia membenarkan perjanjian yang diberikan kepada Abraham. Dia aadalah ”jaminan dari suatu perjanjian yang lebih kuat” (Ibr. 7:22). Ibrani 10:9 berbicara tentang hal yang Yesus lakukan, ”yang pertama (perjanjian) ia hapuskan, supaya menegakkan yang kedua.” Hal ini menunjukkan bahwa Yesus menegaskan janji-janji yang telah diberikan kepada Abraham, dan menggenapinya melalui perjanjian yang lain, yaitu perjanjian yang diberikan kepada Musa. Ayat-ayat ini sebelumnya telah mengutip tentang Yesus, yang menegaskan adanya perjanjian baru melalui kematiannya, yang secara tidak langsung menyatakan bahwa ada perjanjian lama yang dijanjikan sebelumnya (Ibr. 8:13).
Walaupun perjanjian sehubungan dengan Kristus dibuat lebih awal, tapi hal tersebut tidak sepenuhnya dilaksanakan hingga kematiannya. Oleh karena itu disebut perjanjian ”baru.” Tujuan dari perjanjian ”lama” yang diberikan kepada Musa adalah sebagai gambaran ke depan tentang pekerjaan Yesus, dan untuk menerangkan pentingnya iman sehubungan dengan janji-janji mengenai Kristus (Gal. 3:19,21). Sebaliknya, iman di dalam Kristus meneguhkan kebenaran dari hukum yang diberikan kepada Musa (Rm. 3:31). Paulus menjelaskannya dengan cara yang menarik; ”hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman” (Gal. 3:24). Untuk tujuan inilah hukum yang diberikan melalui Musa dipelihara dan masih bermanfaat untuk kita pelajari.
Hal-hal ini tidak mudah untuk dipahami pada waktu pertama kali dibaca. Untuk itu kami meringkaskannya sebagai berikut;
Janji-janji sehubungan dengan Kristus yang diberikan kepada Abraham – Perjanjian Baru
Janji-janji kepada Israel bersama dengan hukum yang diberikan kepada Musa – Perjanjian Lama
Kematian Kristus - Perjanjian Lama berakhir (Kol. 2:14-17), Perjanjian Baru dimulai
Karena alasan inilah, maka hal-hal seperti menghormati hari sabat, dll. Yang adalah bagian dari Perjanjian Lama, tidak diperlukan lagi pada saat ini (lihat pelajaran 9.5). Perjanjian Baru diberikan kepada Israel jasmani ketika mereka bertobat dan menerima Kristus (Yer. 31:31,32; Rm. 9:26,27; Yeh. 16:62, 37:26), walaupun demikian, tentu saja, setiap orang Yahudi baik secara jasmani maupun rohani yang sudah bertobat dan dibaptis dalam nama Yesus, dapat segera memasuki Perjanjian Baru (dimana tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dengan bangsa-bangsa lain, Gal. 3:27-29).
Penghargaan yang tulus akan hal-hal ini, membuat kita menyadari kepastian dari janji-janji Allah. Para penginjil Kristen yang mula-mula dituduh secara tidak adil, karena tidak mengajarkan hal-hal yang baik. Paulus menjawabnya dengan mengatakan, bahwa karena penegasan Allah akan janji-janjinya melalui peristiwa kematian Kristus, maka harapan yang mereka bicarakan bukanlah sesuatu yang datang dan pergi begitu saja, tetapi betul-betul suatu penawaran yang pasti; ”Demi Allah yang setia, janji (pengajaran) kami kepada kamu bukanlah serentak ”ya” dan ”tidak”, tetapi sebaliknya di dalam Dia hanya ada ”ya”. Sebab Kristus adalah ”ya” bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan ”Amin” untuk memuliakan Allah” (II Kor. 1:17-20).
Tentunya hak ini meluluhlantakkan sikap dari orang-orang yang mengatakan, ”Oh, begitu ya... mudah-mudahan saja, dari semua ini ada hal yang benar...?